Jumat, 10 Februari 2017

BAHAN TAMBAHAN PANGAN (FOOD ADDITIVE)


Pengertian dan Definisi


Menurut Permenkes No. 722 tahun 1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan (BTM). BTM adalah bahan yang biasanya tidak digunakan sebagai makanan dan biasanya bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang secara sengaja ditambahkan ke dalam makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan, pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
Sedangkan menurut Permenkes No. 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan (BTP). Bahan tambahan pangan yang selanjutnya disingkat BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan.

Prinsip-prinsip Penilaian Keamanan BTP Berdasarkan Pendekatan Analisis Risiko

Analisis risiko adalah suatu prosesyang terdiri dari: penilaian risiko, manajemen risiko dan komunikasi risiko. Risiko itu sendiri adalah suatu fungsi probabilitas dari suatu efek merugikan dan besaran efek tersebut akibat adanya bahaya dalam makanan. Contoh : Formaldehide murni berbentuk gas, sedangkan formaldehide dalam campuran dengan air disebut formalin. Formaldehide bersifat volatil, sehingga akan menguap dan membentuk udara jenuh dilingkungan, dan menyebabkan paparan melalui inhalasi. Paparan inhalasi berisiko karsinogenik. Paparan oral formaldehide tidak karsinogenik, namun berisiko toksik (TDI: 0,2 mg/Kg BB/hari.

Penilaian risiko (Risk Assesment) didasarkan pada ilmu pengetahuan (science based), Manajemen risiko berdasarkan kebijakan (Policy based), sedangkan komunikasi risiko berdasarkan pada kesepakatan semua pihak yang berkepentingan. Sebelum penetapan suatu aturan perlu dilakukan komunikasi semua pihak yang berkepentingan.

Penilaian Risiko
Penilaian isiko adalah evaluasi ilmiah terhadap efek yang telah diketahui atau berpotensi merugikan kesehatan manusia sebagai akibat paparan oleh bahaya yang terkait dengan makanan. Bukti ilmiah diperoleh melalui uji toksisitas dan uji epidemiologi. Uji toksisitas dilakukan pada hewan uji. Uji epidemiologi, contohnya pada warga Bamgladesh yang terpapar Arsen (As) dari lingkungan karena lingkungannya memiliki kandungan As yang tinggi, maka dilakukan uji epidemiologi untuk mengetahui batas paparan dari sumber lain yang masih mungkin tanpa menimbulkan gangguan.

Evaluasi dalam penilaian risiko meliputi:

  1. Identifikasi Bahaya
Bahaya adalah sifat-sifat biologis, kimiawi maupun fisik suatu suatu substansi yang terdapat dalam makanan atau sifat-sifat makanan itu sendiri yang dapat menyebabkan efek merugikan kesehatan manusia (toksisitas). Sedangkan identifikasi bahaya adalah identifikasi efek yang telah diketahui atau berpotensi merugikan kesehatan manusia terkait dengan bahan tertentu (uji toksisitas).
Identifikasi bahaya dapat dilakukan dengan:
  • Uji epidemiologi
  • Uji toksisitas in vitro dan in vivo
  • Hubungan kuantitatif struktur aktivitas (HKSA)
  • Komputasi
Menurut dokumen WHO dalam International Programme On Chemical Safety, Priciples for The Safety Assesment of Food Additives an Contaminants in Food, WHO, Geneva, 1987 dalam subbab 3.1.2. Predicting toxicity from Chemical Structure, disebutkan:
"Chemical structure determines to a great extent the attitude of toxicologis towards a compound. As a result, there have been many efforts to systematize the use of chemical structures a predictor of toxicity. The use of such relationship hasbeen suggested by JECFA with certain classes of flavouering agents (section 6.1.2), and chemical structure is an important consideration in the selection of compounds for carcinogenicity testing. Structure/activity relationships also form the basis for establishing group ADI's (section 5.5.4). Structure/activity relationship appear to provide a reasonably good basis for predicting toxicity for some categories of compounds, primarily carsinogens, which are characterized by spesific fungtional groups (e.g nitrosamines, carbamates,, epoxides and aromatic amines) or by structural features an spesifik atomic arrangements (e.g polycyclic aromatic hydrocarbons and aflatoxins)".

Karakterisasi Bahaya

 Karakterisasi bahaya merupakan evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif terhadap sifat efek merugikan suatu bahan biologis, kimiawi dan fisik yang mungkin terdapat dalam makanan. Parameter toksisitas, pernyataan karakter toksisitas secara kuantitatif dinyatakan dengan:

Non-Threshold Approach (Tanpa Ambang Batas)
Ini berarti pada setiap takaran terdapat risiko, maka yang harus dimenej adalah batas yang masih dapat ditoleransi. Pendekatan ini diterapkan untuk bahan-bahan yang merupakan kontaminan atau residu, bahan yang memiliki sifat genotoksik-karsinogenik dengan atau tanpa threshold. 
  1. Prosedur ED10/LED10. Cara ini merupakan cara yang direkomendasikan oleh EPA. Dilakukan dengan menentukan margin of exposure (MOE). MOE dihitung sebagai rasio dari point of comparison (POC) yang dapat diturunkan dari kurva dosis-respon, dan perkiraan intake malalui makanan. MOE = POC/intake. Intreval kepercayaan dari insiden tumor pada 10% objek uji sebesar 95% (Lower 95% confidence of Benchmark Dose= BMDL = LED10 digunakan sebagai POC). Tabel MOE dapat dilihat pada tabel 1. Semakin besar MOE semakin baik, sebaliknya semakin kecil MOE maka semakin berbahaya. 
  2. Prosedur T25. Pendekatan ini menghitung dosis relatif yang berhubungan dengan insiden tumor 25% dengan paparan suatu senyawa karsinogen seumur hidup melalui interpolasi tanpa memperhitungkan hubungan dosis-respon yang lengkap. Prosedur ini digunakan secara reguler jika kalkulasi benchmark tak dapat dibuat. Kelompok dosis terendah menunjukan insiden tumor yang meningkat secara signifikan dipilih sebagai poin of departure (POD). Dalam prosedur ini diperlukan: Background incidence (negative control), posisible correction of non lifespan experiment, assumption of complete absorption of the substance, Correction factor of dose (animal to human).

Pendekatan Nilai Ambang
Pendekatan ini digunakan untuk zat0zat yang non-karsinogenik genitoksik. Penentuan end point karakterisasi bahaya melalui:
  • No Observed Effect Level (NOEL)
  • No Observed Adverse Effect Level (NOAEL)
  • Lowet Observed Adverse Effect Level (LOAEL)
  • Dengan memperhitungkan faktor keamanan
  • Menghitung Acceptable Daily Intake (ADI). ADI = (NOEL at NOAEL at LOAEL) / faktor kemanan
  • Faktor keamanan nilainya 1-10000, namun yang biasa digunakan 100 untuk penggunaan jangka panjang atau 500 untuk penggunaan jangka pendek. FK 100 artinya 10 untuk variabilitas hewan-manusia, 10 untuk variabilitas antar manusia, maka faktor keamanannya = 10 x 10 = 100. FK pangan umumnya 100, namun bila data pengujian sangat meyakinkan maka FK bisa kurang dari 100.


 ADI adalah jumlah maksimum BTP dalam mg/Kg BB yang dapat dikonsumsi setiap harinya selama hidup tanpa menimbulkan efek merugikan terhadap kesehatan (mg/Kg BB/hr). ADI dapat dieproleh dari uji toksisitas pada hewan, perlu kehati-hatian dalam pemanfaatan data ADI untuk menghitung batasan penggunaan maksimum BTP.

Penilaian paparan adalah evaluasi kualitatif dan atau kuantitatif mengenai tingkat asupan yang dapat terjadi. Metode penilaian paparan dapat dilakukan dengan:
  1. Perkiraan per kapita (pendapatan)
  2. Perkiraan berdasarkan survey asupan makanan
  3. Perkiraan berdasarkan survey "market-basket" (total diet)

Karakterisasi Risiko

Hasil yang diharapkan dari karakterisasi risiko adalah perkiraan kemungkinan efek merugikan terhadap kesehatan dalam populasi termasuk ketidakpastian yang menyertainya.

  • Zat dengan nilai ambang dinilai berdasarkan ADI vs paparan, paparan yang kurang dari sama dengan TDI, maka dapat dinyatakan zero risk.
  • Zat non nilai ambang, dinilai dengan data MOE, maka nilai MOE harus lebih dari sama dengan 10000 pada prosedur ED10/LED10, atau dosis setara T25 pada metode T25.
Manajemen risiko adalah proses dalam mempertimbangkan alternatif kebijakan untuk menerima, meminimalkan atau mengurangi risiko yang telah dinilai dan untuk memilih dan melaksanakan opsi yang sesuai. Manajemen risiko meliputi:
  1. Evaluasi risiko; identifikasi bahaya, pmbentukan komisi penilaian risiko, dan pertimbangan hasil penilaian risiko.
  2. Penilaian opsi manajemen risiko
  3. Implementasi keputusan manajemen
  4. Monitoring dan review
Komunikasi risiko adalah proses interaktif pertukaran informasi dan pendapat mengenai risiko diantara penilai risiko, menejer risiko, dan berbagai pihak terkait.





Materi kuliah Analisis Keamanan Pangan