Selasa, 18 Oktober 2016

PROTEIN-PROTEIN FARMAKA



Protein-protein farmaka secara garis besar digolongkan menjadi:

  1. Asam-asam amino
  2. Protein dan analog protein
  3. Protein darah
  4. Hormon
  5. Enzim dan zimogen
  6. Produk protein dari telor ayam
Teknologi DNA rekombinan memungkinkan untuk menghasilkan protein untuk tujuan aplikasi farmasi. Protein yang dihasilkan melalui bioteknologi sekarang mengandung sejumlah bagian yang penting dari obat-obat yang sekarang sedang dikembangkan. Proses isolasi, purifikasi, formulasi dan deliveri protein menjadi tangtangan tersendiri bagi para ilmuwan farmasi, karena protein memiliki sifat-sifat fisik dan kimiawi yang unik. Sifat-sifat tersebut menunjukkan adanya masalah dalam stabilitasnya. Instabilitas kimia protein meliputi:
  • proteolisis
  • deamidasi
  • oksidasi
  • rasemisasi
  • beta-eliminasi
sedangkan instabilitas fisik dapat berupa:
  • agregasi
  • presipitasi
  • denaturasi
  • adsorpsi pada permukaan
metodologi-metodologi terbaru untuk menstabilkan protein diantaranya:
  • Penambahan senyawa aditif
  • Penambahan eksipien
  • Modifikasi secara kimia
  • Penggunaan mutagenesis terarah untuk menghasilkan spesies protein yang lebih stabil

Asam Amino


Asam-asam amino yang telah digunakan dalam dunia farmasi diantaranya:
  1. Asam amino, misal: glisin (Glycocoll)
  2. Methionin, asam DL-2-amino-4-(methio)-butirate (Amurex)
  3. Dihidroksialumunium aminoasetat, Basic aluminium glisinate (Hyperacide)
  4. Asam aminokaproat, 6-aminohexanoic acid (Amicar)
  5. Acetilcistein, N-asetyl-L-cystein (Mucomist)
  6. Asam glutamat HCl (Acidulin)
  7. Levodopa, (-)-3_(3,4-dihidroksifenil)-L-alanin (Larodopa, Dopar, Levopa)
  8. Carbidopa (Sinemet)

Protein dan Analog Protein


Dapat digolongkan menjadi:
  1. Protein hidrolisat; injeksi protein hidrolisat (Aminogen, Travamin)
  2. Larutan asam amino; Aminosin, Freeamin III, Trowasol, Novamine
  3. Protein dan senyawa-senyawa yang mirip dengan protein
Protein dan senyawa yang menyerupainya diantaranya:
  • Gelatin, gelatin film (Gelfilm), Gelatin sponge (Gelfoam)
  • Protein susu : activin, caside, clarinac, bu-ma-lac, lactoprotein, mangalac, nat-i-lac, neolacmanese, proteolac
  • Protein pepton bovine; Muscosol
  • Protein bakteri : Omniadin
  • Synodal (protein non-spesifik: lipoid, lemak hewani, ametin HCl)
  • Venom : venom cobra, Moccasin, Strypven, Ven-Apis
  • Nucleoprotein : Polimerase DNA/RNA, nuklease, isomerase, tubulin, histon

Protein-protein Darah


Protein darah dapat berupa trombin, hemoglobin, fibrinogen dan lain-lain. 

Hormon


Jenis-jenis hormon:
  1. Hormon hipotalamus; thyroliberin (TRH), Tyrotropin (TSH), Gonadoliberin (Gn-RH, LH-RH), GRF, LHRIF, CRF, MRF, MIF.
  2. Hormon pituitary (hipofisis); adenohipofisis (ACTH, GH, LH, FSH, Prolaktin), neurohipofisis (vasopresin, oksitosin)
  3. Melanotropin: alfa-MSH, beta-MSH, gamma-melanotropin
  4. Lipotropin (LPH); enkefalin alfa dan beta, endorfin alfa, beta dan gamma
  5. Hormon-hormon pertumbuhan; somatrem (protropin), somathropin (humathrope dari rDNA)
  6. Prolaktin (PRL)
  7. Thyrotropin (TSH, Tryptopar)
  8. Somatostatin (SRIF); octreotide asetat (sandostatin)
  9. Hormon placenta (hCG, hPL)
  10. Neurohipofisis; oksitosin, vasopresin (pitresin), vasopresin tannate, felypresin, lypressin (Diapid), Desmopressin asetat (DDAVP, Stimate)
  11. Hormon pankreas; insulin (insulin, insulin protamin, Zn-protamin insulin), glukagon
  12. Hormon saluran cerna; gastrin, pentagastrin, sekretin, chelecystokinin-pancreozymin (CCK-PZ), vasoactive intestinal peptide (VIP), gastric inhibitory peptide (GIP), Motilin, neurotensin
  13. Hormon paratiroid; parathyroid, calcitonin (thyrocalcitonin)
  14. Angitensin; angiotensi amide (hipertensin), eritropoeitin (Epogen)
  15. Plasmakinin; bradikinin, kallidin, substance P, atrial natriuretic factors (ANF)
  16. Thyroglobulin

Mekanisme komunikasi interseluler


Dalam komunisasi antara sel-sel dalam organisme, sinyal (kimia maupun elektrik) dihasilkan oleh sel-sel khusus. Fungsi dihasilkannya signal oleh sel-sel tersebut adalah untuk regulasi tersebut, sehingga signal hanya akan diproduksi  jika ada sebuah stimulus tertentu. Dalam cara signaling ini dapat dibentuk pasangan satu sama lain dan dikoordinasikan.

Langkah-langkah dalam komunikasi interseluler adalah sebagai berikut:
  1. Formasi signal oleh sel-sel signal akibat adanya faktor pemicu eksternal
  2. Transport signal ke sel-sel target
  3. Registrasi signal pada sel target
  4. Transmisi lebih jauh signal ke dalam sel target
  5. Transformasi signal menjadi reaksi elektrik atau biokimia didalam sel target
  6. Terminasi signal
Sel-sel target yang menerima sebuah signal dalam rangka komunikasi interseluler akan mentransmisikan signal ke dalam jalur intraseluler. Jalur signaling intraseluler dikarakterisasi dengan parameter-parameter berikut:
  1. Sifat pemicu, ekstrenal signal
  2. Mekanisme registrasi signal
  3. Mekanisme transmisi dan terminasi signal
  4. Sifat reaksi biokimia yang menginduksi dalam sel target
Total dari reaksi-reaksi diatas menentukan respon sel target. Sifat dari sel-sel signal eksternal dapat menerima dan memproses signal dalam bentuk senyawa messenger (protein, senyawa berbobot molekul rendah) dan elektrik, optik dan stimulus laiinnya.





Minggu, 09 Oktober 2016

PENEMUAN OBAT BARU DAN ILMU PENUNJANG RISET

PENGEMBANGAN OBAT BARU



PROSES pengembangan senyawa obat baru adalaha rangkaian proses yang panjang dan memerlukan banyak sumber daya. Secara umum tahap pengembangan obat baru adalah sebagai berikut:

Proses Penemuan Senyawa Obat


Dalam tahap ini biasanya peneliti:
  1. Menentukan target penyakit
  2. Mengembangkan hipotesa untuk memastikan mekanisme pengobatan
  3. Menggunakan CAD dan software modelling tiga dimensi untuk mengawali evaluasi terhadap hipotesis yang telah disusun
  4. Memastikan kelayakan untuk memproduksi dan mengevaluasi senyawa yang terseleksi

Penapisan atau Skrining Molekul Obat


Penapisan memerlukan teknologi canggih. Dalam penapisan, dari sekitar 10.000 senyawa yang diuji, biasanya hanya akan ada satu senyawa yang dapat dilepas ke pasaran. Penapisan dapat dilakukan dengan cara:
  1. Kimia kombinatorial, adalah skrining yang memungkinkan diperoleh banyak senyawa dalam satu waktu, skrining ini terarah pada jumlah senyawa yang mungkin, bukan pada tingkat kemurniannya.
  2. High Throughput Screening (HTS), melakukan ratusan uji aktivitas secara bersamaan

Uji Praklinik


Uji praklinik adalah uji yang dilakukan pada hewan percobaan, biasanya dengan menggunakan satu hewan rodent dan satu hewan non-rodent. Uji ini pada dasarnya berguna untuk menilai adanya toksisitas akut dan jangka pendek. Dalam uji ini senyawa uji dinilai:
  1. Toksisitasnya, dengan menggunakan dosis tinggi untuk menginduksi toksisitas
  2. Menentukan dosis letal
  3. Mengetahui efek jangka pendek dan jangka panjang dengan menggunakan dosis normal
  4. Melakukan kajian dan penilaian absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya pada hewan.

Pendaftaran Investigational New Drug (IND)


Senyawa-senyawa yang telah lolos uji praklinis dapat didaftarkan sebagai IND. Pendaftaran IND adalah permohonan ijin kepada FDA untuk menguji coba obat pada tubuh manusia. IND adalah file FDA yang berisi data obat sepanjang proses pengembangan, Perusahaan kadang memerlukan jasa konsultan.

Uji Klinik Fase I


Uji ini dilakukan 30 hari setelah pendaftaran IND. Uji dilakukan dengan melibatkan 20-80 sukarelawan sehat, memerlukan waktu sekitar 1 tahun. Biaya pengujian ini sekitar 100.000-1.000.000 USD. Data yang akan diperoleh dari uji ini diantaranya:
  1. Bioavailabilitas (ketersediaan hayati) obat
  2. Efek samping yang timbul seiring meningkatnya dosis yang digunakan
  3. Bukti awal tentang efektivitas obat

Uji Klinik Fase II


Untuk memulai uji klinik fase II tidak diperlukan konsultasi dengan FDA. Uji ini melibatkan 100-200 pasien, dengan waktu pengujian sekitar 2 tahun. Biaya yang diperlukan sekitar 10-100 juta USD. Kurang dari sepertiga IND yang dapat melewati uji klinis fase II ini. Uji ini bertujuan untuk:
  1. Menguji efektivitas obat terhadap penyakit atau kondisi medis tertentu
  2. Memantau keamanan dan efek samping

Uji Klinik Fase III


Untuk memulai uji ini diperlukan konsultasi terlebih dahulu dengan FDA. Uji melibatkan 1000-3000 pasien dengan waktu pengujian 3-3,5 tahun dan menghabiskan biaya sekitar 10-500 juta USD. Uji ini merupakan uji konfirmasi efektivitas dan keamanan obat.

Pendaftaran NDA atau BLA


NDA adalah new drug application sedangkan BLA adalah Biologics lisence application. Pendaftaran NDA/BLA merupakan proposal resmi kepada FDA agar mengijinkan dipasarkannya NDA/BLA tersebut. Aplikasi ini harus dilengkapi dengan:
  1. Bukti keamanan dan efektivitas obat
  2. Keuntungan yang lebih besar dibanding dengan resiko
  3. Penandaan yang memenuhi persyaratan
  4. Metode pabrikasi dan pengawasannya dapat menjaga identitas, kekuatan, mutu dan kemurnian obat
Proses review terhadap NDA dilakukan oleh CDER (center for drug evaluation and research), sedangkan BLA oleh CBER (center for biologics evaluation and research). Proses review terhadap NDA meliputi aspek:
  • Medik; protokol klinik, keamanan
  • Biofarmasi; absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi
  • Farmakologi; toksisitas, angka terapi
  • Kimia; sifat kimia senyawa obat
  • Mikrobiologi; obat antiinfeksi
  • Statistik; semua hasil harus signifikan

Registrasi Dan Launching


NDA yang telah disahkan dapat dilauncing ke pasaran. Agar FDA dapat mensahkan maka perusahaan harus dapat meyakinkan bahwa obat tersebut aman dengan cara:
  • inspeksi pra-pengesahan
  • hasil produksi 3 batch
  • kelompok pengembangan harus dapat melakukan justifikasi proses pengembangan obat

KEILMUAN PENUNJANG R&D FARMASI


ITEM-item dalam pengembangan obat meliputi:
  1. Keterkaitan diantara proses-proses farmakologis
  2. Rute pemberian obat
  3. Mekanisme absorbsi obat
  4. Konsep-konsep dan kinetika disposisi obat, seperti; volume distribusi, dosis awal dan waktu paruh
  5. Biotranformasi dan ekskresi obat
  6. Peran ilmu pengetahuan biokimia dalam penemuan dan pengembangan kandidat obat hingga menjadi obat yang berguna
  7. Desain dasar uji klinis obat baru dan proses perijinan obat
  8. Keterkaitan antara variasi genetik dan respon obat yang berbeda pada individu yang berbeda
  9. Berbagai reaksi obat merugikan pada pasien yang berbeda
  10. Bagaimana rejimen dosis yang berbeda dihitung terhadap status kesehatan umum individu dan bagaimana penyesuaian pada pasien geriatrik dilakukan
Bidang-bidang ilmu yang sangat mendukung proses pengembangan obat adalah:

Farmakologi


Farmakologi adalah ilmu yang berurusan dengan obat, sifat-sifatnya, mekanisme kerja dan keadaannya didalam tubuh. Farmakologi merangkul ilmu farmaseutika (preparasi obat), terapeutika (terapi penyakit menggunakan obat), dan toksikosis atau efek-efek samping obat yang merugikan yang muncul akibat intervensi terapeutik. Farmakologi dapat dibagi menjadi lima proses yang saling berhubungan, yaitu:
  1. Proses farmaseutika, yaitu proses yang berhubungan dengan sintesis, formulasi dan distribusi obat.
  2. Proses farmakokinetik yaitu proses yang berhubungan dengan fungsi waktu terhadap konsentrasi obat dalam tubuh. Proses ini dibagi lagi menjadi: absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi.
  3. Proses farmakodinamik, berhubungan dengan mekanisme kerja obat, yaitu interaksi obat dengan struktur molekular dalam tubuh.
  4. Proses terapeutik; berhubungan dengan respon klinis yang timbul dari proses farmakodinamik.
  5. Proses Toksikologis, berhubungan dengan efek-efek merugikan yang timbul karena over dosis atau karena terganggunya jalur biokimia yang tidak berhubungan dengan target obat yang diinginkan.

Farmakologi Biokimia


Farmakologi biokimia fokus pada efek-efek obat pada jalur biokimia pokok pada proses farmakokinetik dan farmakodinamik dan berlanjut pada proses terapeutik dan toksikologis. Proses farmaseutik, terjadi diluar tubuh karena proses ini tidak masuk dalam farmakologi biokimia.

Rute Pemberian Obat dan Ketersediaan Sistemiknya
Rute pemberian obat dn ketersediaan sistemiknya sangat tergantung pada karakteristik biokimia obat dan interaksi molekul obat tersebut dengan cairan dan jaringan tubuh. Rute pemberian obat dapat berupa aplikasi topikal, parenteral dan enteral.
Rute pemberian obat ditentukan dari bagaimana kecepatan obat tersebut mencapai situs aktifnya. Karenanya rute pemberian obat ditentukan oleh objek terapetik dari terapi. Sebagai contoh, injeksi intravena atau inhalasi dapat dipilih jika diinginkan kerja obat yang cepat, namun efek obat hanya jangka pendek, sedangkan rute oral bisa jadi lebih baik dan lebih nyaman untuk penggunaan jangka panjang,
Mekanisme Absorpsi Obat Melalui Membran
Untuk dapat menghasilkan efek farmakologis, obat harus melintasi membran biologis kemudian masuk ke dalam sistem sirkulasi dan mencapai situs aktifnya. Karenanya wawasan atau pengetahuan mengenai struktur obat dan membran akan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai absorpsi obat.
Membran adalah lapisan ganda fosfolipid yang berseling terpisah dan protein periferal yang yang bertindak baik sebagai molekul "gerbang" maupun "pompa:.
Molekul gerbang bersifat non-spesifik. Masuknya molekul-molekul ke dalam sel tergantung pada kelompok-kelompok yang terganti pada pori-pori dan ukuran molekul yang akan ditransportasikan melalui membran. Molekul pompa sangat spesifik dan memerlukan energi untu transport molekular.Ada beberapa mekanisme agar obat dapat melintasi membran dan mencapai situs aktif yang diinginkan.

Farmakokimia


Farmakokimia meliputi:
  1. Kimia medisinal dan desain obat
  2. Metodologi analisis farmasi
  3. Sintesis organik obat
  4. Fisikokimia dan instrumen analisis
  5. Biokimia klinik dan diagnostik
  6. Mikrobiologi analisis

Farmaseutika dan Teknologi Farmasi

  • Farmasi fisik
  • Farmaseutika dan formulasi obat
  • Teknologi sediaan solida dan kristalografi
  • Teknologi sediaan cair dan semisolida
  • Farmakokinetika dan biofarmasi
  • Bioteknologi farmasi

Farmakologi dan Toksikologi

  • Anatomi fisiologi manusia
  • Patofisiologi
  • Farmakologi-farmakodinamika
  • Toksikologi
  • Imunologi dan imunofarmakologi
  • Parasitologi dan virologi
  • Uji hayati (biological assay)

Farmakognosi dan Fitokimia

  • Botani farmasi
  • Farmakognosi
  • Teknik kultur jaringan
  • Fitokimia
  • Teknologi bahan alam




Seluruh materi dalam tulisan ini adalah materi yang disampaikan oleh:
Prof. Tutus Gusdinar Kartawinata
dalam kuliah Pengembangan Obat (pertemuan kedua)

Sabtu, 08 Oktober 2016

ASPEK UMUM DAN REGULASI PENGEMBANGAN OBAT


"Drugs are a public good and not simply just another commodity: first for their high social value, and then because consumers and prescribers are unable to assess ther quality. safety and efficacy"

Dr. Gro Harlem Brundtland
Director General of WHO EDM


PENGEMBANGAN obat dalam kurun waktu 30 tahun terakhir telah merevolusi praktek pengobatan yang ditandai dengan meningkatnya penggunaan obat antihipertensi, antikolesterol dan antiplatelet. Penggunaan obat-obat tersebut telah mampu menurunkan angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler dan stroke hingga sekitar 50%.

Pendekatan-pendekatan yang Digunakan dalam Penemuan Obat Baru


Terdapat banyak pendekatan yang dapat digunakan dalam proses penemuan obat baru, diantaranya:
  1. Pendekatan pengetahuan tradisional. Pendekatan pengetahuan tradisional adalah pendekatan berdasarkan pengetahuan pengobatan tradisional. Sebagai contoh adalah penemuan efek analgesik dari ekstrak opium poppy yang telah mendukung dikembangkannya isolasi morfin dari tanaman dan sintesis senyawa-senyawa turunannya untuk kepentingan obat analgesik.
  2. Penemuan secara tak disengaja. Penemuan ini adalah penemuan yang terjadi saat peneliti sedang melakukan investigasi terhadap suatu masalah, namun ia menemukan fenomena lain yang tidak berhubungan dengan masalah yang sedang dikajinya. Contoh yang paling baik dalam kasus ini adalah saat Alexander Flemming menemukan gejala bahwa penisilin dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Penemuan gejala tersebut telah mendukung penemuan antibiotik. Selain itu itu juga ditemukannya efek samping berupa efek  antihipertensi klonidin yang pada awalnya digunakan sebagai dekongestan hidung. Contoh lainnya adalah dikembangkannya sulfonilurea sebagai sebagai agen hipoglikemik oral karena adanya temuan efek hipoglikemik sulfonamida yang saat itu sadang digunakan dalam terapi demam typhoid.
  3. Penemuan efek-efek dari agen endogen pada saat pengujian pada hewan. Contoh dalam kasus ini adalah ditemukannya efek antikoagulan dari venom dari Malayan viper yang menyebabkan dilakukannya identifikasi terhadap antikoagulan ancrod.
  4. Penemuan obat dengan pendekatan modern, pendekatan ini didasarkan pada desain obat yang rasional.
  5. Bioprospecting, adalah skrining terhadap sejumlah produk alam, entitas kimia, peptida-peptida, asam-asam nukleat dan molekul-molekul organik lainnya terhadap aktivitas biologis. Pendekatan ini mendukung identifikasi dan pengembangan molekul obat baru.
  6. Metabolomik, adalah upaya untuk mengidentifikasi produk-produk alam dari suatu spesies tanaman dengan menggunakan LC/GC-MS untuk menentukan metabolit aktif yang berperan dalam novel crude herbal medical preparations.
  7. Skrining In Silico atau penapisan dengan menggunakan piranti lunak komputer. Pendekatan ini merupakan pendekatan dengan teknik yang terkini. Dalam pendekatan ini dilakukan skrining virtual atau docking senyawa pada struktur 3 dimensi terhadap reseptor yang telah diketahui berdasarkan kemiripan struktur molekul dengan obat/senyawa induknya. Dalam hal ini kita dapat melakukan modifikasi terhadap suatu obat untuk mencari aplikasi terapeutik yang mungkin dan kemudian dilakukan pengembangan obat yang telah diduga sebelumnya pada target baru.
  8. Skrining Molekeul obat yang diduga. Pemilihan molekul untuk diuji lebih lanjut biasanya dilakukan pada hewan percobaan dan uji farmakologi baik secara in vitro maupun in vivo setelah molekul tersebut menjalani skrining aktivitas biologi. Contohnya, aktivitas antibakteri obat dinilai melalui kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan berbagai mikroorganisme, sementara itu obat hipoglikemik diuji melalui kemampuannya dalam menurunkan kadar glukosa darah. Metode in vitro meliputi inkubasi senyawa induk dengan berbagai fraksi subseluler seperti mikrosom, enzim-enzim pemetabolisme obat atau potongan jaringan. Studi in vivo dilakukan dengan menggunakan hewan percobaan seperti anjing dan tikus, Jika dalam pengujian ditemukan bahwa dalam uji in vivo ditemukan efek merugikan pada organ-organ utama, maka studi biasanya dilanjutkan dengan melakukan modifikasi kimia untuk memperbaiki sifat-sifat farmakokinetik dan farmakodinamiknya (farmakomodulasi).


Proses R&D


Diperlukan waktu sekitar 10 hingga 15 tahun untuk mewujudkan ide penemuan obat baru hingga diperoleh obat baru yang siap dipasarkan. Proses tersebut secara garis besar meliputi:

Uji Preklinis

Uji ini meliputi:
  1. Pencarian senyawa aktif obat, dalam tahap ini dilakukan serangkaian uji toksikologi dan efikasi senyawa obat dengan menggunakan hewan percobaan. Masa studi ini akan berlangsung selama 2-4 tahun.
  2. Pendaftaran Investigational New Drug, calon-calon senyawa obat yang telah lolos uji  tahap sebelumnya, selanjutnya diregistrasi. Proses ini berlangsung selama 2-6 bulan.
Uji Klinis
Uji klinis meliputi:
  1. Uji Klinik fase 1 merupakan studi efikasi yang dilakukan pada 50-150 sukarelawan sehat.
  2. Uji Klinik fase II merupakan studi dengan skala terbatas yang dilakukan pada 100-200 pasien
  3. Uji Klinis fase III merupakan studi komparatif yang melibatkan jumlah pasien yang lebih banyak yaitu 500-5000 pasien. Uji klinis fase I-III akan berlangsung sekitar 3-6 tahun. 
  4. Pendaftaran Obat baru (NDA: New Drug Aplication), yang merupakan proses ijin untuk memasarkan obat yang telah lolos uji hingga uji klinis fase III.
  5. Uji Klinik Fase IV merupakan uji komparatif lanjutan.

Pengembangan dan Karakterisasi Active Pharmaceutical Ingredient (API)


Proses pengembangan API melalui tahapan penilaian berikut:
  • Rute kepanduan
  • Produksi batch API dalam skala laboratorium
  • Pengembangan rute IND
  • Sintesis dan karakterisasi dasar
  • Penanganan dan karakterisasi cemaran utama dalam API
  • Pengembangan rute NDA
  • Studi keamanan
  • Proses pengembangan untuk mendukung produksi multi-kilo dengan optimisasi
  • Preformulasi API
  • Proses kristalisasi untuk mengembangkan sifat-sifat fisikokimia yang diinginkan

Bentuk-bentuk Karakterisasi API
  • Analisis dasar
  • Metode spektroskopi (IR, UV-VIS, NMR, Massa)
  • Kemurnian (HPLC, GC, LC/MS/MS)
  • Khiralitas (rotasi optik)
  • Residu pelarut dan kandungan air
  • Termogravimetri, DSC (sifat-sifat endotermik dan eksotermik)
  • SEM (scanning electron microscope)
  • Optical microscopy
  • Distribusi ukuran partikel
  • kristalin vs amorf melalui difraksi serbuk sinar X (XPRD)
  • Polimorfisme melalui XPRD
  • Stabilitas (kerentanan terhadap reaksi oksidasi, hidrolisis dan fotokimia)
Pengembangan Preformulasi dan Formulasi
Preformulasi:
  • Skrining garam
  • Skrining polimorf
  • Kelarutan
  • Interaksi API-eksipien
  • Novel technologies untuk highly insoluble API (nano technology)
Pengembangan Formulasi
  • Pengembangan formulasi preklinis oral dan intravena
  • Pengembangan formulasi klinis; solid, semisolid, cair oral, steril
  • Studi proses pengembangan 
  • Formulasi sitotoksik dan berlabel 14C
  • Studi proses scale-up

Analisis pendukung dalam pengembangan preformulasi dan formulasi, termasuk pengembangan metode dan validasi
Uji mikrobiologi


Instrumentasi dan Fasilitas Utama
  • Laboratorium terpisah untuk material radiolabelled dan non-radiolabelled
  • Sistem difraksi serbuk sinar X
  • Analisis termogravimetrik, differential scanning calorimetry
  • Spektroskopi NMR 400 dan 500 MHz
  • NMR padatan
  • ICP-MS/ LC-ICP-MS
  • Berbagai spektrometer dan spektrometer massa
  • Hot stage microscope
  • Dynamic vapor absorption/desorption system
  • ICH compliant stability suite
Dokumentasi CMC (Chemistry, Manufacturing and Controls Procesess)
  • Penyiapan dokumen-dokumen berguna dalam pengambilan keputusan dalam berkas-berkas peraturan, termasuk koordinasi, penulisan dan kompilasi.
- Aplikasi pemasaran global dengan menggunakan format e-CTD
- Berkas-berkas produk obat yang sedang diinvestigasi (IMPD)
- Aplikasi IND
- Rangkuman keseluruhan kualitas
-  Clinical investigator brocures (CIBs)
- Laporan pengembangan obat terpadu
- Uji pelepasan API dan produk obat
- Interaksi dengan disiplin ilmu lain seperti toksikologi dan metabolisme obat untuk memastikan konsistensi berkas
  • Review dokumen CMC teknis untuk memastikan kesuksesan yang berhubungan dengan regulasi
  • Konsultasi dan merespon setiap pertanyaan dari agen regulasi: merespon pertanyaan tentang CMC dari otoritas kesehatan global.
  • Produksi IMPD atau IND untuk administrasi spesies radiolabelled

Pengembangan Obat


Pengembangan obat adalah sebuah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan keseluruhan proses untuk menghadirkan sebuah obat atau peralatan baru untuk dipasarkan. Proses ini meliputi :
  • Penemuan obat atau pengembangan produk
  • Uji Preklinis ( pada mikroorganisme atau binatang)
  • Dan uji klinis pada manusia
Beberapa orang telah menganggap pengembangan obat hanya dengan mengacu pada pengembangan preklinis belaka.

Pengembangan NCE


New Chemical Entities (NCE) adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan dari proses penemuan obat. Senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas yang menjanjikan terhadap suatu target biologis tertentu yang dianggap penting dalam pengobatan suatu penyakit tertentu: meskipun baru diketahui sedikit tentang keamanan, toksisitas, farmakokinetik dan metabolisme NCE tersebut pada manusia.

Dalam pengembangan obat dilakukan penilaian terhadap seluruh parameter utama untuk uji klinis pada manusia. Objek utama berikutnya dalam pengembangan obat adalah membuat rekomendasi dosis dan jadwal penggunaan pertama kali sebuah NCE yang akan digunakan dalam uji klinis pada manusia "first in man" (FIM) atau First human dose (FHD).

Lebih lanjut, dalam pengembangan obat harus dapat menjelaskan sifat-sifat fisikokimia NCE; susunan/struktur kimia, stabilitas dan kelarutannya. Proses ini juga harus dapat menjelaskan jalur sintesisnya, sehingga NCE tersebut dapat disintesis mulai dari skala miligram, dan kemudian diproduksi dalam skala kilogram bahkan ton. Kemudian, senyawa tersebut juga diuji kecocokannya untuk dibuat sediaan apakah dalam bentuk kapsul, tablet, aerosol, injeksi intramuskular, injeksi subkutan atau pun intravena. Proses-proses ini dapat diketahui dalam pengembangan preklinis sebagai CMC.

Banyak aspek dalam pengembangan obat yang difokuskan pada pemenuhan persyaratan regulasi dari otoritas perijinan obat. Hal tersebut umumnya merupakan sejumlah pengujian yang didesain untuk menentukan toksisitas utama sebuah senyawa baru terlebih akan digunakan untuk pertama kalinya pada manusia.

Adalah sebuah persyaratan legal yang mensyaratkan bahwa efek-efek toksisitas utama harus ditampilkan (yaitu efek pada hati, jantung, paru-paru, ginjal dan saluran cerna), begitu pula efek pada organ atau bagian tubuh lainnya yang mungkin dipengaruhi oleh obat tersebut (misal; efek pada kulit jika obat tersebut dihantarakan melalui kulit).

Sementara ini, kecenderungan menggunakan uji in vitro meningkat (misal dengan menggunakan sel-sel yang telah diisolasi), namun banyak pengujian yang hanya bisa dilakukan dengan menggunakan hewan uji, karena hanya dalam tubuh organisme yang utuhlah proses metabolisme yang saling mempengaruhi dan paparan obat terhadap toksisitas dapat diuji.

Proses pengembangan obat tidak berhenti ketika sebuah NCE mulai memasuki uji klinis pada manusia. Terlebih lagi untuk memasuki fase uji klinis diperlukan persyaratan bahwa toksisitas klinis atau jangka panjangnya telah ditentukan, begitu pula fek-efek pada sistem yang tidak dimonitor sebelumnya (sistem fertilitas, reproduksi dan imun). NCE juga akan diuji kemampuannya dakam menyebabkan kanker (uji karsinogenisitas).

Jika senyawa (NCE) yang telah diuji tersebut memiliki profil keamanan dan toksisitas yang dapat diterima, senyawa tersebut dapat diuji untuk mendapatkan efek yang diinginkan pada manusia, kemudian didaftarakan untuk mendapatkan ijin pemasaran dinegara dimana obat tersebut akan dipasarkan. Di Amerika Serikat proses ini disebut New Drug Applicatin atau NDA.

Sebagian besar NCE gagal pada tahap pengembangan obat, hal ini dapat terjadi karena NCE tersebut memiliki efek toksisitas yang tidak dapat diterima, atau karena tidak menghasilkan efek yang diharapkan pada saat uji klinis (efikasi).

Proses untuk menemukan obat baru adalah sebuah proses yang memerlukan biaya tinggi. Sebuah studi yang dilaporkan pada tahun 2003 melaporkan bahwa biaya rata-rata sebelum pajak untuk menghasilkan sebuah obat baru (NCE) hingga siap dipasarkan adalah sekitar 800 juta dollar Amerika. Sedangkan sebuah studi yang dipublikasikan tahun 2006 memperkirakan bahwa biaya pengembangan obat baru bervariasi dari 500-2000 juta dollar Amerika tergantung pada perusahaan pengembang atau terapi obat yang diharapkan. Gambaran tersebut dihubungkan dengan pengembangan obat baru, obat inovatif, yaitu obat dengan NCE atau disebut juga obat dengan New Active Substance (NAS). Setiap tahun rata-rata ada 26 jenis obat baru yang masuk ke pasaran.

Uji Klinis


Uji klinis dilakukan untuk mendapatkan data keamanan dan khasiat untuk obat-obat atau peralatan kesehatan baru. Uji ini hanya dapat dilakukan dimana informasi yang dikumpulkan dari uji sebelumnya memuaskan baik dalam hal kualitas produk maupun keamanan nonklinisnya, dan atoritas kesehatan ataua ethics committe menyetuji dilakukannya uji dinegara tersebut.

Tergantung pada tipe produk dan level pengembangannya, investigator mendaftarkan sukarelawan sehat atau pasien dalam studi klinis permulaan dalam skala kecil, diikuti dengan studi berskala lebih besar dalam hal jumlah pasien, yang mana uji ini biasanya membandingkan produk baru dengan obat yang lazim diresepkan pada saat uji dilakukan. Seiring dengan data keamanan dan khasiat yang positif, maka jumlah pasien yang diuji ditambah. Uji klinis dapat bervariasi ukurannya, mulai dari single center di satu negara ke multicenter di banyak negara.

Karena perlunya biaya yang besar untuk melakukan satu seri lengkap uji klinis, maka beban pembayaran untuk semua sukarelawan dan berbagai pelayanan biasanya berasal dari sponsor yang dapat berupa organisasi pemerintah maupun perusahaan farmasi maupun bioteknologi, Uji klinis juga sering kali dimanej oleh mitra outsourcing seperti contract research organization.

Obat di Masa Depan

Obat-obat kimia bermolekul kecil  akan menjadi alat farmasi utama, meskipun protein dan antibodi monoklonal juga meningkat penggunaannya.

Terapi Gen

  • Sejak tahun 1980an, penggunaan terapi gen memberikan harapan yang tinggi terutama dalam terapi kondisi penyakit keturunan. Gagasannya adalah karena gen dihantarkan ke dalam sel dan kemudian membentuk sebuah protein terapeutik. Sehingga seseorang yang menderita fibrosis kista, yang tidak memiliki kemampuan kinerja protein CFTR, aan menerima sebuah salinan gen CFTR.
  • Meskipun harapan tersebut belum dapat direalisasikan, karena sulitnya mendapatkan DNA yang aktif dan tetap aktif untuk dimasukkan kedalam inti sel. Pengembangan obat ini lebih lambat dari yang diharapkan, dan terjadinya kematian seorang pasien, Jesse Gelsinger, dalam sebuah uji klinis pada tahun 1999. Kemunduran berikutnya terjadi pada tahun 2003, ketika pasien-pasien mengebangkan kanker yang terkait dengan integrasi vektor viral ke dalam DNA mereka.
  • Namun, uji klinis dilakukan pada sejumlah kondisi termasuk penyakit distropi muskular dan parkinson, Terapi gen juga diujikan pada beberapa jenis kanker yang bertujuan membunuh sel kanker dan kemudian memperbaikinya. 

Interferensi RNA


Interferensi RNA (RNAi), yang proses penemuannya telah menghasilkan penghargaan Nobel pada tahun 2006, adalah sebuah terapi baru yang menjanjikan. RNAi digunakan untuk mengeliminasi (atau knock down) protein spesifik dari sel, yang mana protein tersebutlah yang menyebabkan penyakit. Hal ini didasarkan pada sebuah fenomena yang tak biasa: Molekul RNA pendek memicu destruksi spesifik molekul RNA mesenger yang mengandung sequence RNA yang sama. Hal ini memungkinkan untuk melindungi sel dari invasi virus.

Aplikasi medis terapi ini sangat luas, misal; menghancurkan reseptor pada virus atau protein yang sangat aktif yang menyebabkan kanker atau molekul messenger yang memicu inflamasi.

Sejumlah uji klinis terapi ini telah dimulai, misal untuk degenerasi makular (sebuah bentu kebutaan). Namun ini masih tahap awal, sebagaimana terapi gen, terapi RNAi juga sulit untuk dihantarkan dan ada kekhawatiran lain, yaitu protein yang berguna juga mungkin ikut tereliminasi. Sebuah studi pada mencit menunjukan adanya kerusakan hati yang parah, kemungkinan karena besarnya dosis RNAi yang diberikan.

Nanoteknologi


  • Larutan-larutan berbasis nanoteknologi telah diuji pada berbagai kondisi.
  • Beberapa aplikasi tergantung pada sifat-sifat yang tak biasa suatu material pada skala nano. Perak berskala nano adalah racun bagi bakteri dan digunakan pada pakaian luka (piyama yang diimpregnasi perak telah disarankan penggunaannya di rumah sakit). Nanopartikel emas dapat mengkonversi panjang gelombang cahaya menjadi panas yang intens, dan telah diuji sebagai terapi kanker yang memungkinkan (thermal scalpel)
  • Banyak aplikasi yang akan ditargetkan. Antibodi akan menjadi target nanopartikel terkait toksin pada sel kanker.
  • Karena ukurannya yang sangat kecil, nanopartikel memiliki luas area permukaan yang sangat tinggi, sehingga untuk menggunakan sifat tersebut untuk mengontrol pelepasan obat.
  • Struktur-struktur berbasis nano telah banyak dieksplorasi sebagai rangka molekul untuk perbaikan jaringan. Beberapa aplikasi yang telah ada, menggabungkan sebuah peran fisik nanomaterial dengan molekul bioaktif pada rangka skala nano. Pendekatan ini akan digunakan untuk menyokong tulang atau pertumbuhan saraf jaringan yang rusak.
  • Nanoteknologi juga sangat menjanjikan untuk keperluan diagnostik (misal; melalui teknologi "lab-on-a-chip", atau melalui deteksi konsentrasi yang sangat kecil dari metabolit kunci), dan medical imaging. Kemungkinan lain adalah untuk menghubungkan bagian deteksi dan terapi, sehingga bagian diagnostik dapat secara otomatis menghantarkan medikasi atau terapi yang diperlukan. dalam studi pada hewan, nanopartikel telah digunakan untuk mendeteksi level glukosa darah dan melepaskan insulin.
  • Nanoteknologi sangat menjanjikan, memberikan keragaman pendekatan dan memberikan pengaruh pada perawatan kesehatan. Nanoteknologi dapat memperbaiki terapi yang ada sekarang, namun agen-agen baru akan segera tersedia.
  • Nanoteknologi juga telah menjadi isu tersendiri dalam regulasinya, sifat-sifat nanopartikel secara mendasar sangat berbeda dari zat asalnya, sehingga dapatkah mereka dianggap sebagai zat yang sama?, selain itu juga ada  kekhawatiran kemungkinan nanopartikel memberikan efek pada lingkungan.

Makhluk Hidup


Sebagaimana agen-agen yang diproduksi secara kimia, para peneliti juga mencari agen-agen obat pada makhluk hidup. Dalam hal ini, mereka memiliki sejarah medis yang panjang dn penuh warna.
  • Lintah menghasilkan sebuah agen antiplatelet yang sangat berguna (hirudin), yang juga sangat efektif dalam pengeringan darah. Senyawa ini digunakan secara klinis dalam bedah mikro, membantu memperbaiki aliran darah pada penyambungan jari tangan/kaki.
  • Belatung, eksperimen menunjukan bahwa belatung membersihkan luka, mereka juga mensekresikan senyawa yang membantu penyembuhan luka. Belatung telah memberikan pengobatan konvensional yang baik dan efisien pada pengobatan luka-luka kronis, dan greenbottle larvae juga telah tersedia secara komersial. 
  • Penggunaan parasait atau sekretnya atau telornya untuk memanipulasi respon imun. Hal ini didasarkan pada temuan bahwa tingginya angka kejadian astma, inflamasi dan alergi dinegara-negara barat disebabkan oleh rendahnya kelimpahan parasit. Dimana dibagian dunia yang lain dimana kelimpahan parasitnya tinggi, kejadian asma jarang ditemukan. Berbagai uji mendukung telor parasit untuk penyakit radang usus. Di UK, cacing tambang telah diuji sebagai sebuah terapi asama. Kini diperlukan untuk mengidentifikasi zat aktif yang dihasilkan oleh parasit sehingga dapat digunakan secara medis tanpa kekhawatiran adanya infeksi.




Seluruh materi dalam tulisannya ini adalah materi kuliah yang disampaikan oleh:
Prof. Tutus Gusdinar Kartawinata
dalam kuliah Pengembangan Obat (Pertemuan 1)